Lolos ke Manchester City melaju ke perempatfinal Piala FA dengan kemenangan meyakinkan atas Plymouth Argyle MPO08. Di hadapan publik Etihad Stadium, Minggu (2/3/2025) dini hari WIB, The Citizens menutup laga dengan skor 3-1.
Dua gol Nico O’Reilly dan satu lesakan dari Kevin De Bruyne membalikkan keadaan setelah Plymouth sempat mengejutkan lewat gol Maksym Talovierov. Sebuah kemenangan yang seharusnya mengundang senyum. Tapi tidak dengan Pep Guardiola.
Guardiola dan Wajah yang Tak Berpesta
Alih-alih merayakan kemenangan, sang pelatih justru terlihat tenggelam dalam pikirannya. Sebuah ekspresi yang berbicara lebih banyak dari sekadar hasil akhir.
Guardiola tahu, satu kemenangan ini tak cukup untuk menghapus kenyataan pahit yang sedang dihadapi timnya. Manchester City bukanlah City yang sama seperti musim-musim sebelumnya. Ada retak dalam dominasi, ada luka di antara ekspektasi.
Luka di Liga Champions
Di Liga Champions, sang juara bertahan musim 2022/2023 itu justru terhenti lebih awal. Real Madrid, lawan yang tak pernah kehabisan cara untuk menjegal ambisi City, kembali menjadi mimpi buruk. Playoff 16 besar menjadi perhentian yang terlalu cepat.
Kegagalan itu menorehkan goresan dalam di hati Guardiola. Trofi yang musim lalu diraih dengan darah dan keringat kini harus direlakan. City gagal mempertahankan mahkota Eropa, dan itu bukan sesuatu yang bisa diterima begitu saja.
Lolos ke Tertinggal Jauh di Liga Domestik
Jika Liga Champions adalah luka, maka Premier League adalah cerita lain yang tak kalah menyakitkan. Sejak akhir 2024, City kehilangan kendali atas kompetisi domestik. Penurunan performa, inkonsistensi permainan, dan cedera pemain kunci membuat mereka semakin tertinggal.
Kini, City hanya bisa melihat Liverpool melaju di puncak klasemen dengan keunggulan 20 poin. Erling Haaland dan kawan-kawan tertahan di peringkat empat, jauh dari predikat penguasa liga yang biasa mereka sandang.
Menatap Sisa Musim dengan Hati yang Berjarak
Guardiola tahu, waktu tak bisa diputar ulang. Tapi satu yang masih bisa diperjuangkan adalah Piala FA. Ini mungkin bukan trofi yang paling diidamkan, tapi di tengah musim yang kelam, ini bisa menjadi secercah cahaya.
Harapannya kini bertumpu pada pemain-pemain yang masih bisa bertarung. Kevin De Bruyne, Erling Haaland, Phil Foden—mereka harus menemukan kembali jati diri tim ini. Sebab bagi Guardiola, sepak bola bukan sekadar menang atau kalah. Ini tentang bagaimana sebuah tim bisa bangkit dari keterpurukan.
Lolos ke Kesimpulan: Ketika Kemenangan Tak Selalu Berarti Bahagia
Manchester City mungkin menang malam itu. Mereka melaju ke perempatfinal, tapi rasa hampa masih menggantung di benak Guardiola.
Kegagalan di Liga Champions, keterpurukan di Premier League—semuanya membayangi. Sepak bola bukan hanya tentang satu pertandingan, tapi tentang bagaimana perjalanan itu berlangsung. Dan musim ini, perjalanan City terasa lebih berat dari biasanya.
Guardiola boleh tersenyum, tapi hatinya tetap bicara lain.