Ten Hag Soroti Mentalitas Pemain Muda: Sulit Terima Kritik, Mudah Tertekan
Ten Hag Soroti Mentalitas Pemain Muda – Mantan pelatih Manchester United, Erik ten Hag, menyoroti perbedaan mentalitas pemain sepak bola saat ini dibandingkan generasinya. Menurutnya, banyak pemain muda yang menganggap kritik sebagai sesuatu yang menyinggung, sehingga justru menurunkan motivasi mereka.
Selama masa kepemimpinannya di Old Trafford, Ten Hag sempat bersitegang dengan beberapa pemain bintang, termasuk Cristiano Ronaldo, Jadon Sancho, dan Marcus Rashford. Hubungan yang tegang dengan para pemain tersebut menjadi salah satu sorotan sebelum akhirnya ia dipecat pada Oktober 2024 setelah dua setengah tahun menangani Setan Merah.
Ten Hag: Pemain Zaman Sekarang Sulit Hadapi Kritik
Mantan pelatih Manchester United, Erik ten Hag, mengungkapkan pandangannya tentang perbedaan mentalitas pemain sepak bola generasi sekarang dibandingkan eranya dulu. Menurutnya, banyak pemain saat ini sulit menerima kritik dan cenderung merasa tertekan ketika diberi masukan tegas.
“Generasi ini biasanya kesulitan menghadapi kritik,” ujar Ten Hag dalam wawancara dengan SEG Stories, divisi media dari agensi manajemennya. “Kritik benar-benar bisa membuat mereka tertekan. Generasi saya dulu lebih tahan banting, dan Anda bisa berbicara secara lebih langsung.”
Pelatih asal Belanda itu juga menyebut bahwa cara pendekatan yang lebih keras tidak lagi efektif untuk pemain zaman sekarang.
“Dulu, saya dibesarkan dengan cara yang lebih langsung. Tapi jika saya melakukan itu pada pemain saat ini, justru bisa menurunkan motivasi mereka,” lanjutnya. “Generasi sekarang lebih sensitif—jika Anda terlalu tegas, mereka bisa menganggapnya sebagai sesuatu yang menyinggung.”
Perjalanan Karier Ten Hag: Sukses di Awal, Penuh Konflik di Akhir
Erik ten Hag menghabiskan seluruh karier bermainnya di Belanda dari tahun 1989 hingga 2002 sebelum akhirnya beralih ke dunia kepelatihan.
Di musim pertamanya sebagai pelatih Manchester United, Ten Hag berhasil membawa tim finis di posisi ketiga Liga Primer dan mengamankan tiket ke Liga Champions UEFA. Ia juga mempersembahkan trofi Carabao Cup, memberi harapan baru bagi para penggemar Setan Merah. Namun, musim itu juga diwarnai konflik besar dengan Cristiano Ronaldo. Perselisihan mereka memuncak ketika Ronaldo secara terbuka mengungkapkan kepada TalkTV milik Piers Morgan bahwa ia tidak menghormati sang pelatih.
Memasuki musim penuh keduanya, Ten Hag menghadapi tantangan lebih berat. United mengalami penurunan performa drastis dan hanya mampu finis di posisi kedelapan, posisi terendah mereka di era Liga Primer, dengan catatan 14 kekalahan—rekor buruk dalam sejarah klub.
Selain Ronaldo, Ten Hag juga berseteru dengan Jadon Sancho. Pada awal musim, ia mengkritik etos kerja Sancho dalam sesi latihan sebelum laga melawan Arsenal (kalah 3-1). Bukannya introspeksi, Sancho justru membalas kritik itu lewat media sosial, memperkeruh situasi internal tim.
Masalah tak berhenti di situ. Marcus Rashford juga mendapat sanksi dari Ten Hag setelah melaporkan dirinya sakit, sementara muncul kebingungan terkait aktivitasnya di malam sebelumnya di Belfast pada Januari 2024.
Kombinasi performa buruk tim dan ketegangan dengan para pemain akhirnya membuat perjalanan Ten Hag di Old Trafford berakhir lebih cepat.
Dapat Perpanjangan Kontrak, Tapi Dipecat Lima Bulan Kemudian
Erik ten Hag sempat mendapatkan perpanjangan kontrak dua tahun setelah sukses membawa Manchester United menjuarai Piala FA dengan kemenangan atas Manchester City pada Mei. Namun, harapan tinggi itu tak bertahan lama. United hanya mampu meraih empat kemenangan dari 13 laga pembuka Liga Primer, yang akhirnya membuat manajemen klub memecatnya pada Oktober.
Meski demikian, Ten Hag mengungkapkan kepada SEG Stories bahwa ia telah menerima beberapa tawaran untuk kembali melatih sejak pemecatannya. Namun, ia menegaskan bahwa dirinya baru akan mempertimbangkan pekerjaan baru setelah 1 Juli.
Sementara itu, kondisi Manchester United tak membaik di bawah pelatih penggantinya, Ruben Amorim. The Red Devils justru terpuruk di peringkat ke-15 klasemen Liga Primer dengan 30 poin dari 26 pertandingan, setelah menelan 12 kekalahan—sebuah situasi yang jauh dari ekspektasi klub sebesar United.