Juventus Tersingkir dari Coppa Italia, Thiago Motta Terlihat Pasrah
Raksasa Serie A, Juventus, harus mengubur impian mereka di ajang Coppa Italia setelah tersingkir di tangan Empoli dalam pertandingan yang berlangsung tadi malam. Kekalahan mengejutkan ini menambah tekanan bagi tim asuhan Thiago Motta, yang tampak pasrah saat menghadapi kenyataan pahit usai laga.
Meski datang sebagai favorit, Juventus gagal menunjukkan dominasinya dan harus mengakui keunggulan Empoli yang tampil disiplin dan penuh determinasi. Seusai pertandingan, Thiago Motta tidak banyak berkomentar, tetapi bahasa tubuhnya mencerminkan kekecewaan yang mendalam. LGODEWA
Hasil ini semakin menegaskan bahwa Juventus masih memiliki banyak pekerjaan rumah jika ingin kembali bersaing di level tertinggi, baik di Serie A maupun kompetisi lainnya. Sementara itu, Empoli berhak melaju ke babak berikutnya, membawa serta harapan dan kepercayaan diri yang semakin tinggi.
Musim Tanpa Trofi di Depan Mata?
Laga yang berlangsung sengit itu berakhir dengan skor 1-1 hingga perpanjangan waktu, sebelum Azzurri memastikan kemenangan mengejutkan lewat babak tos-tosan.
Hasil ini menjadi pukulan telak bagi Juventus, yang dalam waktu seminggu harus menerima kenyataan pahit tersingkir dari Liga Champions dan Coppa Italia. Dengan peluang meraih gelar yang kini nyaris mustahil, Si Nyonya Tua tampaknya harus bersiap menjalani musim tanpa trofi—sesuatu yang sulit diterima oleh klub sekaliber mereka. LGODEWA SLOT
Pelatih Juventus, Thiago Motta, tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Dalam sesi wawancara pasca-pertandingan, ia mengakui merasa malu dengan hasil tersebut. Meski demikian, ia tetap mengapresiasi sikap suporter yang tetap menunjukkan dukungan kepada para pemain meskipun hasilnya jauh dari harapan.
Kini, Juventus harus segera bangkit dan mengalihkan fokus ke Serie A, meski bayang-bayang musim tanpa gelar semakin nyata.
“Saya Malu, Ini Bukan Standar Juventus”
Dikutip dari Gazzetta, ia tak ragu menyebut bahwa apa yang ditampilkan timnya di babak pertama adalah sesuatu yang memalukan jauh dari standar yang seharusnya dijaga oleh Juventus di tahun 2025.
“Saya merasa malu,” tegasnya. “Babak pertama yang kami mainkan benar-benar di luar ekspektasi, dan saya berharap para pemain juga merasakan hal yang sama. Kesalahan teknis bisa saja terjadi, tetapi sikap seperti ini tidak bisa dibiarkan. Saya juga mengakui kesalahan saya karena tidak cukup menanamkan kepada para pemain betapa pentingnya pertandingan ini dan betapa berharganya seragam yang mereka kenakan.”
Kekecewaannya tak berhenti di situ. Ia menuntut para pemainnya untuk segera bangkit dan merespons kekalahan ini dengan mentalitas juara.
Juventus Terpuruk Mencapai Titik Terendah
Kekalahan ini, menurutnya, bukan cerminan Juventus yang sesungguhnya. Lebih dari sekadar hasil buruk, ia melihatnya sebagai tamparan keras yang mencoreng kebanggaan klub. Tanpa mencari alasan atau menyalahkan pihak lain, ia dengan jujur mengakui turut bertanggung jawab atas kegagalan ini.
“Hari ini di lapangan kami tidak memberikan apa-apa,” ujarnya kecewa. “Kami terlalu banyak bermain aman dengan kiper, setidaknya 20 kali, tanpa keberanian mengambil tanggung jawab. Ini tidak bisa diterima. Satu-satunya hal yang bisa kami lakukan sekarang adalah meminta maaf—kepada para penggemar, klub, dan sejarah besar yang kami wakili. Kami telah mencapai titik terendah.” LGODEWA
Seandainya menang, Juventus seharusnya sudah bersiap menghadapi Bologna di semifinal. Namun, kini mereka harus menelan kenyataan pahit. Harapan untuk melangkah lebih jauh di turnamen pupus, dan satu-satunya jalan yang tersisa adalah fokus di liga, bangkit dari keterpurukan, dan membuktikan bahwa Juventus belum habis.